silakan menikmati

Blog ini saya gunakan untuk menyimpan tulisan-tulisan saya sendiri dan juga tulisan-tulisan lain yang inspiratif.
Jangan sungkan untuk berkomentar.

Saturday, February 20, 2010

Deraian air mata Syeikh Hasan Bashri

Suatu ketika, saat Syeikh Hasan Bashri sedang duduk-duduk di depan rumahnya, tiba-tiba ada iring-iringan pengantar jenazah melintas menuju tempat pemakaman. Terlihat di belakang pembawa jenazah itu seorang anak wanita beserta rombongan yang lain. Rambut anak wanita itu tergerai dan tak henti-hentinya ia menangis. Segera saja Syeikh Hasan Bashri membuntuti iring-iringan jenazah tersebut dan mendekati anak wanita yang masih menangis tak henti-hentinya.

Setelah dekat, beliau mendengar dengan jelas rintihan si anak. ” Wahai abi (ayahku), belum pernah selama hidupku aku mengalami perasaan sedih seperti yang kualami sekarang ini.”

“Nak, belum pernah juga ayahmu mengalami kejadian yang menyusahkan seperti ini!” sahut Syeikh menyela.

Anak itu hanya menoleh ke arah Syeikh dan tetap menangis sampai pemakaman usai. Esok harinya, setelah menjalankan sholat subuh, Syeikh kembali duduk-duduk santai di depan rumahnya. Namun selang berapa lama kemudian, ia melihat anak itu melintas depan rumahnya. Dia rupanya berjalan menuju tempat pemakaman. Merasa ada gelagat yang kurang baik, segera Syeikh mengikutinya dari kejauhan. Beliau ingin tahu apa sebenarnya yang ingin dikerjakan anak itu. Saat anak wanita itu memasuki makam, Syeikh mengintip dari tempat tersembunyi.

Tiba-tiba anak itu memeluk nisan dan pipinya ditaruh di atas gundukan makam ayahnya, seraya berkata, “Wahai abi, bagaimana tadi malam engkau menginap. Kemarin lusa aku masih mempersiapkan alas tidur untukmu, lalu siapakah yang menyiapkan alas tidurmu semalam? Kemarin lusa aku masih mempersiapkan lampu untuk menerangimu, lalu siapakah gerangan yang menyiapkan lampu untuk menerangimu tadi malam? Wahai abi, ketika badanmu terasa pegal-pegal, seringkali aku memijat badanmu, lalu siapa lagi sekarang yang akan memijat-mijatmu?”

“Wahai abi, ” rintihnya lebih lanjut, “Ketika engkau merasa haus, dengan segera aku mengambilkan minuman untukmu, namun siapakah yang mengambilkan engkau minum tadi malam? Ketika engkau merasa jemu dan penat tidur terlentang, maka segera aku balikkan engkau agar nyaman, namun siapakah tadi malam yang mau membalik tubuhmu agar nyaman?”

“Dengan perasaan belas kasih, kemarin aku masih memandangi wajahmu, tapi sekarang siapa lagi yang akan memandangi wajahmu seperti itu? Saat engkau memerlukan sesuatu, engkau segera memanggilku, tapi bagaimana dengan malam tadi malam, siapakah yang engkau panggil? Bahkan kemarin lusa, aku masih memasakkan makanan untukmu, tapi masihkan engkau menginginkannya? dan siapa yang akan menyiapkannya untukmu?”

Air mata Syeikh Hasan Bashri tak sanggup lagi dibendungnya saat mendengar rintihan anak wanita itu. Beliau langsung menampakkan diri dari tempat persembunyiannya. “Janganlah engkau mengucapkan kata-kata seperti itu Nak!” hibur Syeikh sambil mengusap rambut wanita kecil itu. “Namun katakanlah, “Wahai abi, kemarin kami masih menghadapkan wajahmu ke arah kiblat ataukah abi telah berpaling darinya? Wahai abi, saat kami menaruhmu di kubur, tubuhmu masih tampak utuh, tapi masihkah sekarang keadaanmu seperti itu, ataukah sudah habis dimakan ulat?”

“Ucapkan pula, Nak! Para ulama telah mengatakan bahwa seseorang yang sudah mati itu pasti akan ditanyai keimanannya. Di antara mereka ada yang bisa menjawab dengan benar tapi ada juga yang tidak bisa menjawabnya sama sekali, lalu apakah abi termasuk di antara mereka yang bisa menjawab?”

“Para ulama juga menjelaskan bahwa sebagian jenazah itu ada yang dijepit oleh liang kuburnya sendiri hingga tulang rusuknya hancur berantakan, ada juga yang dibentangkan luas sekali, lalu bagaimana dengan keadaan kubur abi sekarang?”

“Begitu juga dengan keterangan yang menyebutkan bahwa kubur itu acapkali diganti dengan taman-taman surga. Ada kalanya pula yang diubah menjadi jurang neraka, lalu bagaimana dengan kubur abi sekarang? Demikian pula ada yang menerangkan bahwa sebagian kafan itu kelak akan digantikan dengan kafan surga dan adapula yang diganti dari kafan neraka, lantas diganti dengan apakah kafan abi sekarang?”

“Keterangan lain yang dikatakan ulama adalah bahwa kubur itu acapkali memeluk penghuninya sebagaimana seorang ibu yang memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Tapi adakalanya pula yang mendapatkan marah dari kuburnya hingga menjepit sampai tulang belulangnya berserakan. Adakah kubur abi sekarang marah ataukah sebaliknya?”

“Demikian juga para ulama menjelaskan, ketika seseorang telah memasuki kuburnya, maka bila dia sebagai orang yang bertakwa, ia akan menyesal karena merasa ketakwaannya tidak seberapa. Begitu juga dengan orang yang durhaka. Mereka akan menyesal karena semasa hidupnya tidak mau berbuat kebajikan. Lantas apakah abi tergolong mereka yang menyesal karena tidak pernah berbuat kebajikan ataukah mereka yang menyesal karena merasa ketakwaannya belumlah seberapa?”

“Wahai abi, cukup lama dari tadi aku berbicara kepadamu! Tapi kenapa engkau tidak menjawab sedikit pun? Ya Allah, janganlah kiranya Engkau menghalangi pertemuanku kelak di akhirat dengannya!”

Usai Syeikh Hasan Bashri mengajari seperti itu, anak kecil tersebut menolehkan kepalanya seraya berkata, ” Kalimat-kalimat yang engkau ajarkan tadi sungguh menyejukkan hatiku. Sehingga hatiku sekarang merasa lebih tentram dan memalingkan aku dari kelalaian.”

Melihat anak wanita itu sudah tenang hatinya, segera saja Syeikh mengantarnya pulang. Demikianlah mudah-mudahan dari kisah ini ada hikmah dan pelajaran berharga yang bisa kita renungkan bersama.

Sumber : http://andydum.wordpress.com/2008/12/20/deraian-air-mata-syeikh-hasan-bashri/

No comments: