silakan menikmati

Blog ini saya gunakan untuk menyimpan tulisan-tulisan saya sendiri dan juga tulisan-tulisan lain yang inspiratif.
Jangan sungkan untuk berkomentar.

Monday, June 11, 2012

Mereka menjelekkan kita

Dari Rita Nurmala Mereka menjelek-jelekkan kita.......? “Ketika merasa tersanjung, amatilah siapa yang tersanjung itu; ketika merasa dicela, amatilah siapa yang dicela itu. Amatilah bagaimana ia bereaksi terhadap semua itu.” Demikian suatu ketika seorang Guru menasehati. Suatu siang seorang siswa datang melapor. Ia tampak diselimuti kejengkelan yang amat sangat. “Mereka menjelek-jelekkan kita Guru ... mereka menjelek-jelekkan perguruan kita”, lapornya. “Tenangkan dirimu anakku ...”, kata Gurunya kalem seperti biasanya. “Mandi, keramas, dan makanlah satu atau dua buah pisang dan minum secukupnya. Nanti kita bicarakan soal ini”, tambah Gurunya. Sorenya, Sang Guru memanggil siswa tadi dan menanyakan kembali, apa yang hendak ia laporkan. Ia kini sudah jauh lebih tenang dari siang tadi; bahkan ... tampak kalau apa yang mencekam benaknya tadi, tak hadir lagi. Tanpa ditanya, iapun hanya berkata: “Guru benar ... apa yang mereka sangka sebagai kita hanyalah citra bentukan mereka sendiri. Mereka menjelek-jelekkan citra bentukan mereka sendiri.” Mendengar itu, Gurunya, siswa itu dan siswa-siswa lain yang hadir disitupun berderai tawa. Dengan memahami dan memaklumi apa yang sebenarnya terjadi, hal yang paling tidak mengenakkan sekalipun bisa menghadirkan pemahaman dan tawa lepas...

Penanam Duri

Suatu ketika, Maulana Jalaluddin Rumi bercerita tentang seorang penduduk kota yang punya kebiasaan aneh, yaitu, suka menanam duri di tepi jalan. Ia menanami duri itu setiap hari sehingga tanaman berduri itu tumbuh besar. Mula-mula orang tidak merasa terganggu dengan duri itu. Mereka mulai protes ketika duri itu mulai bercabang dan menyempitkan jalan orang yang melewatinya. Hampir setiap orang pernah tertusuk durinya. Yang menarik, bukan orang lain saja yang terkena tusukan itu, si penanamnya pun berulang kali tertusuk duri dari tanaman yang ia pelihara. Petugas kota lalu datang dan meminta agar orang itu menyingkirkan tanaman berduri itu dari jalan. Orang itu enggan untuk menebangnya. Tapi akhirnya setelah perdebatan yang panjang, orang itu berjanji untuk menyingkirkannya keesokan harinya. Ternyata di hari berikutnya, ia menangguhkan pekerjaannya itu. Demikian pula hari berikutnya. Hal itu terus menerus terjadi, sehingga akhirnya, orang itu sudah amat tua dan tanaman berduri itu kini telah menjadi pohon yang amat kokoh. Orang itu tak sanggup lagi untuk mencabut pohon berduri yang ia tanam. Lalu di akhir cerita, Rumi berkata: "Kalian, hai hamba-hamba yang malang, adalah penanam-penanam duri. Tanaman berduri itu adalah kebiasaan-kebiasaan buruk kalian, perilaku tercela yang selalu kalian pelihara dan sirami. Karena perilaku buruk itu, sudah banyak orang yang menjadi korban dan korban yang paling menderita adalah kalian sendiri. Karena itu, jangan tangguhkan untuk memotong duri-duri itu. Ambillah sekarang kapak dan tebang duri-duri itu supaya orang bisa melanjutkan perjalanannya tanpa terganggu oleh kamu."