silakan menikmati

Blog ini saya gunakan untuk menyimpan tulisan-tulisan saya sendiri dan juga tulisan-tulisan lain yang inspiratif.
Jangan sungkan untuk berkomentar.

Thursday, October 22, 2015

Bawwa Muhayaiddin

Al Qur'an tidak mengajarkan kebencian terhadap mereka yang berbeda agama, sebaliknya ia menerima semua yang berjalan mencari-Nya melalui jalan yang berbeda-beda sebagai satu kesatuan. Al Qur'an mengajarkan agar kita melakukan apa-apa yang Allah sukai dan meninggalkan sesuatu yang Allah tidak sukai. Perilaku setan (sombong, pemarah, terburu-buru, dusta, menipu dsb), penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol, menyakiti sesama adalah sifat-sifat buruk yang dilarang dilakukan untuk kebaikan diri dan sesama. Semua sifat-sifat buruk itu yang senantiasa diseru untuk dijauhi oleh setiap nabi, rasul dan para wali-Nya dari masa ke masa. Jika seseorang betul-betul memahami dan menghayati ajaran Rasulullah Muhammad saw, maka kita tidak akan mudah melabeli seseorang atau suatu kaum sebagai musuh yang patut diberantas. Perbedaan adalah rahmat Allah, bukan sesuatu yang layak ditakuti untuk kemudian dipaksakan sama demi jargon keseragaman. Siapapun yang menerima Tuhan dalam hidupnya - terlepas apapun panggilan Tuhan baginya - adalah saudara kita. Tidak masalah apapun agama, kitab suci atau nabi yang diikuti, kita semua adalah keturunan Adam a.s dan keluarga besar Ibrahim a.s. Seperti halnya bulan dan matahari yang memancarkan sinarnya dan menerpa apapun tanpa kecuali. Demikian seperti hujan yang turun dan angin yang bertiup tanpa syarat di bumi-Nya yang manapun. Seperti itulah laiknya budi baik kita terhadap sesama terpancar, tanpa membedakan warna kulit, ras, agama atau status sosial. Inilah yang Al Qur'an ajarkan. (Adaptasi dan terjemahan dari "Justice for All. Islam and World Peace. Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)

Abu Nashr

Masih ingat kisah Abu Nashr? Seorang nelayan yang hidupnya serba kekurangan, setelah kaya dia shodaqohkan hartanya hingga puluhan ribu dirham. Suatu ketika Abu Nashr bermimpi dihadapkan pada hari perhitungan. Seruan Sang Penyeru memanggil namanya: “Wahai Abu Nashr Seorang nelayan, kemarilah. Amal kebaikan dan keburukanmu akan diperhitungkan saat ini.” Namun setelah ditimbang, amal keburukannya ternyata lebih berat. Dia bertanya: ”Dimana Amal shodaqohku?” Lalu harta shodaqohnya pun digabungkan. Ternyata dari setiap 1000 dirham yang dishodaqohkan terdapat kesombongan. Sehingga timbangannya ringan bagaikan kapas. Abu Nashr pun menangis, sambil berkata: ’Ya Allah, bagaimanakah aku bisa selamat?” Kemudian terdengar seruan lagi: “Apakah masih ada kebaikan yang dia miliki?” "Ya, masih ada 2 bungkus makanan.” jawab malaikat. Kemudian amalan 2 bungkus makanan pun diletakkan di sisi kebaikan. Rupanya sangat berpengaruh hingga timbangan pun menjadi seimbang. Kemudian terdengar seruan lagi: "Apakah masih ada kebaikan yang dia miliki?” “Ya, masih ada.” jawab malaikat. “Apakah itu?” “Air mata wanita yang menangis haru saat diberikan 2 bungkus makanan.” Ketika air mata itu diletakkan ternyata beratnya seperti batu, sehingga timbangan kebaikan Abu Nashr menjadi lebih berat. "Apakah masih ada lagi yang dia miliki?” “Ya ada.” jawab malaikat. “Apa itu?” Senyuman si anak wanita tersebut ketika diberikan makanan kepadanya. Lalu terdengarlah seruan: “Dia telah selamat!” “Dia telah selamat!” Dan Abu Nashr pun terbangun dari tidurnya, Subhanallah! Wahai Diri! Allah tidak melihat dari berapa banyak harta yang kita shodaqohkan. Namun Allah lebih memperhatikan seberapa besar ketulusan hati kita ketika memberikan shodaqoh.

ADA BERKAH DALAM LELAH

Ada 8 kelelahan yang disukai Allah SWT dan RasulNya : 1. Lelah dalam berjihad di jalan-Nya (QS. 9:111) 2. Lelah dalam berda'wah/mengajak kepada kebaikan (QS.41:33) 3. Lelah dalam beribadah dan beramal sholeh (QS.29:69) 4. Lelah mengandung, melahirkan, menyusui. merawat dan mendidik putra/putri amanah Illahi (QS. 31:14) 5. Lelah dalam mencari nafkah halal (QS. 62:10) 6. Lelah mengurus keluarga (QS. 66:6) 7. Lelah dalam belajar/menuntut ilmu (QS. 3:79) 8. Lelah dalam kesusahan, kekurangan dan sakit (QS.2:155) Semoga kelelahan dan kepayahan yang kita rasakan menjadi bagian yang disukai Allah dan RasulNya. Aamiin yaa Rabbal-'aalamiin Lelah itu nikmat. Bagaimana mungkin? Logikanya bagaimana? Jika anda seorang ayah, yang seharian bekerja keras mencari nafkah sehingga pulang ke rumah dalam kelelahan yang sangat. Itu adalah nikmat Allah swt yang luar biasa, karena banyak orang yang saat ini menganggur dan bingung mencari kerja. Jika anda seorang istri yang selalu kelelahan dengan tugas rumah tangga dan tugas melayani suami yang tidak pernah habis. Sungguh itu nikmat luar biasa, karena betapa banyak wanita sedang menanti-nanti untuk menjadi seorang istri, namun jodoh tak kunjung hadir. Jika kita orang tua yang sangat lelah tiap hari, karena merawat dan mendidik anak-anak, sungguh itu nikmat yang luar biasa. Karena betapa banyak pasangan yang sedang menanti hadirnya buah hati, sementara Allah swt belum berkenan memberi amanah. Lelah dalam Mencari Nafkah Suatu ketika Nabi saw dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat berkomentar: “Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya di jalan Allah.” Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.” (Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb). Sungguh penghargaan yang luar biasa kepada siapa pun yang lelah bekerja mencari nafkah. Islam memandang bahwa usaha mencukupi kebutuhan hidup di dunia juga memiliki dimensi akhirat. Bahkan secara khusus Rasulullah saw memberikan kabar gembira kepada siapa pun yang kelelahan dalam mencari rejeki. “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan mencari rejeki pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni dosanya oleh Allah swt.” Subhanallah, tidak ada yang sia-sia bagi seorang muslim, kecuali di dalamnya selalu ada keutamaan. Kelelahan dalam bekerja bisa mengantarkan meraih kebahagiaan dunia berupa harta, di sisi lain dia mendapatkan keutamaan akhirat dengan terhapusnya dosa-dosa. Syaratnya bekerja dan lelah. Bukankah ini bukti tak terbantahkan, bahwa kelelahan ternyata nikmat yang luar biasa? Kelelahan Mendidik Anak Di hari kiamat kelak, ada sepasang orangtua yang diberi dua pakaian (teramat indah) yang belum pernah dikenakan oleh penduduk bumi. Keduanya bingung dan bertanya: ”Dengan amalan apa kami bisa memperoleh pakaian seperti ini?” Dikatakan kepada mereka: “Dengan (kesabaran)mu dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anakmu.” Merawat dan mendidik anak untuk menjadi generasi shaleh/shalehah bukan urusan yang mudah. Betapa berat dan sangat melelahkan. Harta saja tidak cukup. Betapa banyak orang-orang kaya yang anaknya “gagal” karena mereka sibuk mencari harta, namun abai terhadap pendidikan anak. Mereka mengira dengan uang segalanya bisa diwujudkan. Namun, uang dibuat tidak berdaya saat anak-anak telah menjadi pendurhaka. Berbahagialah manusia yang selama ini merasakan kelelahan dan berhati-hatilah yang tidak mau berlelah-lelah. Segala sesuatu ada hitungannya di sisi Allah swt. Kebaikan yang besar mendapat keutamaan, kebaikan kecil tidak akan pernah terlupakan. Rasulullah saw bersabda: “Pahalamu sesuai dengan kadar lelahmu.”

Alhamdulillah

1. Menyadari telah terjadi de-orientasi mencari Allah 2. Kesulitan hidup telah mengaburkan rasa bersyukur kita mengenal Allah 3. Point utama bukan bagaimana menyelesaikan masalah kehidupan, namun rasa ridho kepada Allah 4. Bersyukur kita mengerti arti persaudaraan yang sesungguhnya 5. Teman seperjalanan (salik) adalah saudara yang sesungguhnya 6. Memahami QS.65:3 Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka -sangkanya... 7. Mengerti siapa sebenarnya orang-orang yang selama ini diakui sebagai saudara. 8. Kesulitan hidup bukanlah akhir dari segalanya namun batu loncat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah 9. Melihat perkembangan rasa ketuhanan di dalam diri anak-anak. 10. Menyelesaikan masalah bukan fokus namun kedekatan kepada Allah adalah fokus utama