silakan menikmati

Blog ini saya gunakan untuk menyimpan tulisan-tulisan saya sendiri dan juga tulisan-tulisan lain yang inspiratif.
Jangan sungkan untuk berkomentar.

Saturday, February 20, 2010

Peluk Cium buat anak-anakku

Anakku,
Kamu ada di dunia, karena kehendak ALLAH
Atas kehendak ALLAH jualah kami menjadi orang tuamu
Kamu adalah seorang pribadi yang mandiri
Yang unik, dan berbeda dari kami
Kamu bisa menjadi seseorang
Yang mungkin asing bagi kami
Tak perlu ragu untuk menjadi seseorang itu
Karena ALLAH lebih mengetahui untuk apa kamu diciptakan

Anakku, kami akan biarkan kamu
Bebas berlari dan menari
Bebas berjalan dan berlayar
Bebas terbang kesana dan kemari
Bebas menjelajahi dunia
Bebas membongkar misteri
Bebas menyelusuri rasa suka
Bebas menembus ketinggian langit
Bebas menghiasi warna-warni kehidupan
Bebas membelah aliran sungai
Bebas mengarungi samudera
Karena semua itu adalah kepribadianmu

Hanya satu yang jadi tujuan
Yaitu kembali kepadaNya dengan selamat
Dunia ini hanya sebuah kota yang lain
Disini untuk singgah sementara
Sebuah kota yang menawarkan berbagai hal yang istimewa
Namun melulu tentang kesenangan dan prestise
Yang bisa melenakanmu dari tujuan utama
Tawaran-tawaran itu membuat malas melanjutkan perjalanan
Dan bahkan bisa melupakan asal muasal kelahiranmu

Disini kami hanya bisa berdo'a kepada yang menciptakanmu
Kamu selamat berada di kota lain
Mengingatkanmu bahwa ada sebuah misi dariNya
Yang harus kamu kerjakan
Agar nanti ketika kembali ke tempat asal
Kamu bisa bertanggung jawab kepada Sang Khalik
Dan menceritakan bahwa tugasmu
Telah selesai dengan baik

Anakku,
Kamu tak sendiri di sini
Kami senantiasa mengikuti gerak gerikmu disana
Dan yakin ALLAH menyertaimu selalu
Karena kamipun akan kembali ke tempat asal yang sama

"...kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi,
baik dengan suka maupun terpaksa
dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan..." Q.S. 'Ali Imran, 3:83

Cinta PadaMu

Wahai sahabats,
Jika kamu mencintai
Maka bersiaplah untuk
Sengsara karena cinta

Wahai sahabats,
Jika kamu mencintai
Maka siapkah kalian
Akan kekurangan jiwa?

Maukah kamu
ALLAH meminjam hartamu?
Maukah kamu
Merasa sengsara dan gelisah?

Bersabar itu kunci
Dan kamu akan tahan dari deraan
Kekurangan harta
Dan tangisan anak-anakmu

Jiwamu gelisah
Jiwamu resah
Jiwamu nelangsa
Jiwamu sengsara

ALLAH akan mengganti
Harta yang kamu pinjamkan
Dengan harta dan kesenangan
Yang berlipat ganda

Bukan hanya 10 kali
Bukan pula 700 kali
ALLAH bahkan akan mengembalikan
Hartamu sebanyak 1.000.000 kali

Maka tetaplah
Sabar dan tawakkal kepadaNya
Maka kamu termasuk
Orang-orang yang benar

Sahabatku, Semalam Aku Ke-Dingin-an

Tubuhku menggigil kedinginan
Uuughhhhh............dingin
Lihat tanganku kaku...
Tubuhku kaku...
Kakiku kaku...
Dinginnnnnnnnnn...
Tolong selimuti aku...
Selimuti aku yang sedang kedinginan
Aku merasa seperti berada di atas hamparan salju
Tubuhku sudah menjadi seperti bongkahan es membeku
Tetapi selayaknya orang kedinginan
Hanya memerlukan selimut tebal untuk menghangatkan
Tetapi mengapa tubuhku justru berkeringat?
Aku merasa kedinginan tetapi tubuhku berkeringat?
Ya, ALLAH aku tidak kuat mengalami hal ini
Apakah seperti ini pula Nabiku, Muhammad SAW, mengalaminya?
Wallahu'alam bish-showab

Jangan Membenci Orang Yang Menolong ALLAH dan Rasul-NYA (Ibnu 'Arabi)

Berhati-hatilah engkau agar Jangan Membenci Orang Yang Menolong ALLAH dan Rasul-NYA atau yang mencintai ALLAH dan Rasul-Nya. Aku pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. pada tahun 590 di Tlemcen (sebuah kota di Al-Jazair). Telah sampai kepadaku kabar mengenai seseorang yang membenci Syaikh Abu Madyan. Aku yakin bahwa Abu Madyan termasuk tokoh di kalangan kaum arif ('arifin). Aku benci kepada orang yang membenci Abu Madyan. Maka, Rasulullah saw. pun bertanya kepadaku dalam mimpiku itu:"Mengapa engkau membenci di fulan?" "Karena ia membenci Abu Madyan."jawabku. "Bukankah ia mencintai ALLAH SWT dan mencintaiku?" "Betul, wahai Rasulullah, ia mencintai ALLAH SWT dan mencintaimu." Beliau bertanya lagi kepadaku: "Lalu mengapa engkau membencinya karena kebenciannya kepada Abu Madyan? Mengapa engkau tidak mencintainya karena kecintaannya kepada ALLAH dan Rasul-Nya?" "Wahai Rasulullah, demi ALLAH, mulai sekarang, aku tidak akan keliru dan lupa. Sekarang aku bertobat dan ia menjadi orang yang kucintai. Engkau telah mengingatkanku dan memberikan nasihat, semoga ALLAH memberikan shalawat kepadamu," jawabku.

Ketika bangun, aku ambil pakaian yang mahal harganya, harga yang tidak kuketahui nilainya. Aku tunggangi kendaraanku dan pergi ke rumahnya. Lalu aku kabarkan apa yang telah terjadi. Maka ia menangis dan menerima hadiah dariku. Ia menjadikan mimpi itu sebagai peringatan dari ALLAH SWT. Maka hilanglah kebencian dalam dirinya kepada Abu Madyan, dan berbalik mencintainya. Aku ingin tahu sebab kebenciannya kepada Abu Madyan, padahal ia mengatakan bahwa Abu Madyan adalah seorang saleh. Aku tanyakan hal itu kepadanya. Maka ia menjawab, "Kami pernah hidup bersamanya di Bougie (sebuah kota di Al-Jazair). Pada hari raya 'Id Al-Adha, dibawakan kepadanya hewan kurban. Lalu ia membagikan daging hewan kurban itu kepada sahabat-sahabatnya. Akan tetapi, ia tidak memberikan sedikitpun kepadaku. Inilah sebab kebencianku kepadanya, dan sekarang aku telah bertobat." Lihatlah betapa bagusnya pengajaran Nabi saw. Beliau adalah orang yang pengasih dan lemah lembut.


(dikutip dari buku Wasiat-wasiat Ibnu 'Arabi)

Berdoa sebelum shalat

Engkau sudah melaksanakan shalat
Tetapi jangan pernah engkau merasa telah melakukannya
Aku yakin engkau dalam keadaan sehat
Aku yakin engkau kuat untuk berdiri dan melipat kaki saat duduk diantara sujud
Aku yakin engkau dapat pula ruku' dengan posisi yang benar
Tentu engkau akan mengatakan, bahwa
Bukankah shalat telah menjadi kewajiban?
Bukankah itu telah biasa dilakukan sejak dahulu?
Bukankah sudah hafal di luar kepala semua gerakan dan bacaannya?
Ya, engkau benar
Namun cobalah engkau buka Al Qur'an milikmu
Pada surat Ibrahim ayat 40:

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat,
Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku


Maka bukan engkau yang membuat engkau dapat melakukan shalat
Namun engkau harus memohon kepada-NYA, agar dapat melakukan shalat
Sekarang aku akan bertanya kepada engkau
Sudahkah engkau khusyu di dalam shalatmu?
Ah siapa sih yang bisa benar-benar khusyu' dalam shalat?
Maka engkau akan menjawab pertanyaanku, bahwa engkau khusyu'
Aku juga akan bertanya lagi
Sudah benarkah arah kiblatmu?
Dengan serta merta engkau akan mengatakan kepadaku,
Bahwa masjid ini sudah lama berdiri di sini
Dan saat pendiriannya tentu sudah ada yang bertanggung jawab
Sehingga engkau telah yakin akan arah masjid ini telah benar

Aku ingin memberitahukanmu, bahwa
Nabi Ibrahim yang telah menjadi kekasih ALLAH
Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi Rasulullah
Dan mewasiatkan Al Qur'an yang agung ini kepada kita
Tidak merasa telah bisa melakukan shalat atas dasar kemampuannya
Namun Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad
Dan tentu semua Nabi ALLAH yang pernah hidup di dunia ini
Telah memohon kepada ALLAH untuk dapat mendirikan shalat

Untuk itu akan aku ajarkan kepadamu sebuah doa sebelum engkau melakukan shalat
"Ya ALLAH, mohon ijin hamba mau shalat
Ya ALLAH, mohon bimbingan agar hamba dapat shalat dengan khusyu'
Ya ALLAH, hadapkan hamba kepada-MU
Ya ALLAH, Engkau Maha Melihat"

Pasanganmu Bukan Pasanganmu

Anakmu bukan anakmu
Anakmu adalah jiwa yang terpisah dari mu
Istrimu pun bukan istrimu
Istrimu pun adalah jiwa yang terpisah dari mu
Engkau tak kan bisa memiliki mereka
Mereka akan hidup sendiri dengan perbuatannya
Mereka akan bertanggung jawab sendiri dengan urusannya

Ya, Allah lalu apa arti dari berpasangan?
Mengapa harus ada malam dan siang?
Mengapa harus ada matahari dan bulan?
Mengapa harus ada lelaki dan perempuan?
Mengapa harus ada yang saling berpasangan?

Wahai kawan,
Malam itu aku mendapat petunjuk dari ALLAH
Menerangkan arti dari berpasangan itu
Pasanganmu akan mengasah jiwamu
Yang dengan itu jiwamu akan menjadi bersih
Dan dengan keadaan itu kamu akan siap menerima cahaya dari-NYA

Dengan cahaya itu kamu dapat berjalan di dunia ini
Cahaya itu pula diperlukan untuk menjalani urusan dari-NYA
ALLAH berfirman:
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang,
yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita
yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan."

Dia yang kini menjadi pasanganmu
Dihadirkan untuk saling berinteraksi
Dengarkanlah apa yang dikatakannya
Mungkin engkau akan merasa aneh dan geram
Namun terimalah itu sebagai cara untuk memperhalus akhlakmu

Sesungguhnya engkau akan sendiri saat bertemu dengan ALLAH
Tuhan yang menciptakanmu
Bahkan sebelum engkau berpasangan dengan pasanganmu itu
Engkau telah berpasangan dengan jasadmu sendiri
Jiwamu telah berpasangan dengan jasadmu

Jiwamu adalah lelaki
Sedang jasadmu adalah perempuan
Jiwamu harus menikah dengan jasadmu
Jiwamu harus bersatu dengan jasadmu

Pasangan-pasangan itu akan pergi meninggalkanmu sendiri
Karena sejatinya engkau adalah jiwa yang sendiri
Yang akan bertemu dengan ALLAH, Tuhanmu
Dalam keadaan bersih dan suci dari dosa

Rasa, Karsa, Cipta dan Karya

Bila rasa ini tumbuh di hati yang terdalam
kuingin itu adalah rasaMu
rasa yang tenang dan suci
yang akan sangat berarti bagi hidupku.

Biar kuukir karsa dengan namaMu
yang dapat menggugah hasrat penuh cita
menata keyakinan atas nama cinta terbesarku
yang kokoh tak kan tercerabut oleh onak kemunafikan.

Kreasi cipta dalam benak ini
tersusun erat dalam jalinan kasih dan sayang
patutku tetap bersyukur
Kau ada dalam ruang dan waktu.

Maka karya ini akan mengguncang dunia
merasuk resonansi di relung sukma
dan kuberserah diri padaMu
pada apa yang ada dalam ridhoMu.

Berserah diri

Malam ini aku hadir lagi
Untuk mereview
Segala yang telah terjadi
Sepanjang pagi sampai sore tadi

Rabb,
Telah kucoba tuk selalu berada di jalan yang lurus ini
Tapi diantara perjumpaan demi perjumpaan dengan makhlukMu
Ada hal-hal yang tak Kau suka
Dan
Aku tak yakin apakah aku telah menjalani segala perintahMu

Maka aku hadapkan wajahku kepadaMu
Wahai penguasa alam semesta
Engkau Maha pengampun lagi Maha Penyayang
Dengan iman hamba berserah diri kepadaMu

Ampunilah hamba dari segala kesalahan
Dan terimalah taubat hamba
Bimbinglah hamba menjadi hambaMu yang didekatkan
Dan angkatlah derajat hamba

Allah...Allah...Allah...
Astaghfirullahal'adziim...
Oh...cahaya di atas cahaya...
Ya Tuhan kami,
Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami
dan ampunilah kami
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu

Oh cahaya itu ... ya Allah ... betapa terangnya
oh ya Allah ada cahaya kuning
ya Allah ada cahaya biru
ada cahaya hijau
cahaya merah
cahaya putih
putih
putih
putih

Alhamdulillah Ya Allah,
Engkau membimbing kepada cahayaMu siapa yang Engkau kehendaki
Basah sekujur tubuhku dengan keringat
Terima kasih ya Allah
Hati ini sungguh lega
Tak ada lagi kegelisahan dan keraguan
Jadikan keringat ini sebagai peluruh dosa

Esok hari kan kusambut cahaya matahari
Dan kuayunkan langkah ini
Untuk senantiasa berada di jalan lurusMu
Merajut perintahMu dan RasulMu
Bimbing aku ya Rabb...

Engkau Ada

Ketika sehelai daun jatuh terhempas di bumi
Ada getar terasa di dada
Menggapai asa tuk menyentuhMu
Seraya mengucap Allahu Akbar

Ketika sehelai daun jatuh terhempas di bumi
Gemuruh suasana hati
Menggelayut di dekapan Rahman dan Rahiim
Bisikan lembut merajuk

Ketika sehelai daun jatuh terhempas di bumi
Detak jantung menyeruak sepi
Satu pinta kudamba
Masukkan aku dalam naunganMu

Ketika sehelai daun jatuh terhempas di bumi
Kuyakin Engkau mendengar segala asa
Karena Engkau mengetahui
Di setiap helai daun yang jatuh terhempas di bumi

Dan Musa Pun Jatuh Pingsan ...

Tuesday, October 27, 2009 at 5:41pm
Nabi Musa 'alaihis-salaam' telah memenuhi panggilan Allah swt., ia pun menitipkan Bani Israil ke Nabi Harun as., saudaranya, untuk naik ke gunung Sinai (Thuursina), gunung Allah yang keramat itu. Setelah ia menyempurnakan 40 malam yang diisi dengan puasa dan beribadat sendirian di atas gunung itu, Allah swt. pun berfirman dan menurunkan Taurat kepadanya. Kemudian Nabi Musa as. pun sangat rindu untuk dapat melihat Wajah Sang Kekasih yang telah berkata-kata kepadanya, Wajah Rabb-nya.

"Dan tatkala Musa datang menurut waktu yang telah Kami tentukan, dan telah berfirman Rabb-nya kepadanya, berkatalah ia: 'Ya Rabbi perlihatkanlah (Diri-Mu) kepadaku, agar aku dapat memandang Engkau'. Berkatalah Allah: 'Engkau sekali-kali tidak akan mampu untuk melihat-Ku, akan tetapi arahkanlah pandangan (engkau) ke gunung itu, maka jika ia tetap pada tempatnya niscaya engkau dapat melihat-Ku!'.", QS.Al-'Araaf.[7]:143.

Setelah mendengar permintaan Nabi Musa as. itu, kemudian Allah swt. berfirman: "Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang sanggup untuk melihat-Ku, kemudian ia mampu untuk tetap hidup!"

Nabi Musa as. berkata: "Rabbi, tidak ada sesuatu pun yang menyekutui-Mu, sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati itu lebih aku sukai daripada aku terus hidup dengan tanpa melihat-Mu! Rabbi, sempurnakanlah nikmat, anugrah, dan hikmat-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonanku ini, setelah itu aku rela mati!"

Ibnu Abbas ra., sahabat Rasulullah saw., meriwayatkan bahwa ketika Allah swt. mengetahui bahwa Nabi Musa as. ingin sekali permohonannya dikabulkan, maka berfirmanlah Allah swt.: "Pergilah engkau, dan lihatlah batu yang ada di atas puncak gunung itu, duduklah engkau di atas batu itu, kemudian Aku akan menurunkan balatentara-Ku kepadamu!"

Nabi Musa as. pun melaksanakan perintah Allah swt. tersebut. Dan ketika ia telah berada di atas batu itu, Allah swt. pun memerintahkan balatentara-Nya, para Malaikat hingga langit ketujuh, untuk menampakkan diri kepadanya.

Diperintahkan-Nya para Malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Mereka pun berlalu di hadapan Nabi Musa as. sambil mengeraskan suara tasbih dan tahlil mereka, bagaikan suara petir yang menyambar-nyambar.

Kemudian, para Malaikat penghuni langit kedua diperintahkan-Nya untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as., mereka pun melaksanakannya. Mereka berlalu di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Mereka ini bersayap dan memiliki raut muka, diantara mereka ada yang berbentuk seperti singa. Mereka mengeraskan suara-suara tasbihnya.

Mendengan teriakan suara itu, Nabi Musa as. pun merasa ngeri, dan kemudian berkata: "Ya Rabbi, sungguh aku menyesal atas permohonanku. Rabbi, apakah Engkau berkenan untuk menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?"

Pimpinan dari kelompok Malaikat tersebut berkata: "Hai Musa, bersabarlah atas apa yang engkau minta, apa yang engkau lihat ini baru sebagian kecil saja!"

Allah swt. kemudian memerintahkan para Malaikat penghuni langit ketiga agar mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Lalu, keluarlah Malaikat-malaikat yang tak terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti api yang menjilat-jilat, mereka memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara yang hiruk-pikuk.

Mendengar suara ini semakin terkejutlah Nabi Musa as. dan timbullah rasa su'udzdzan dalam dadanya, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin para Malaikat dari kelompok ketiga ini berkata: "Wahai putra Imran, bersabarlah hingga engkau melihat lagi apa yang engkau tidak sanggup lagi untuk melihatnya!"

Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada para Malaikat penghuni langit keempat, "Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!"

Para Malaikat langit keempat ini pun turun. Diantara mereka ada yang berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat, dan ada pula yang seperti salju. Mereka mempunyai suara yang melengking dengan mengumandangkan tasbih dan taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara Malaikat-malaikat terdahulu. Kepada Nabi Musa as. ketua dari kelompok ini berkata: "Hai Musa! Bersabarlah atas apa yang engkau minta!"

Demikianlah, penghuni dari setiap langit hingga penghuni langit ketujuh satu demi satu turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beragam. Semua Malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak-tombak panjang. Setiap tombak itu panjangnya sepanjang sebatang pohon kurma yang tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang melebihi sinar matahari.

Nabi Musa as. menangis sambil meratap-ratap, katanya: "Ya Rabbi, ingatlah aku, jangan Engkau lupakan diriku ini! Aku adalah hamba-Mu! Aku tidak mempunyai keyakinan bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini! Jika aku keluar, aku akan terbakar, dan jika aku tetap di tempat ini maka aku akan mati!"

Ketua kelompok Malaikat itu pun berkata kepada Nabi Musa as.: "Nyaris dirimu dipenuhi dengan ketakutan, dan nyaris pula hatimu terlepas! Tempat yang kamu gunakan untuk duduk inilah merupakan tempat yang akan kamu pergunakan untuk melihat-Nya!"

Kemudian turunlah Malaikat Jibril as., Mika'il as., dan Israfil as. beserta seluruh Malaikat penghuni ketujuh langit yang ada, termasuk para Malaikat pemikul Al-'Arsy dan Al-Kursi. Mereka secara bersama-sama menghadap kapada Nabi Musa as. seraya berkata: "Wahai orang yang terus-menerus salah! Apa yang menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri meminta kepada Rabb-mu untuk dapat melihat kepada-Nya!?"

Nabi Musa as. terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya, dan seakan-akan luruh tulang-tulang persendiannya.

Ketika Allah swt. melihat semua itu, maka ditampakkan-Nya lah kepada Nabi Musa as. tiang-tiang penyangga Al-'Arsy, lalu Nabi Musa as. bersandar pada salah satu tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.

Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya: "Hai Musa! Demi Allah, kami ini sekalipun sebagai pemimpin-pemimpin para Malaikat, sejak kami semua diciptakan, kami tidak berani untuk mengangkat pandangan mata kami ke arah Al-'Arsy! Karena kami sangat khawatir dan sangat takut! Mengapa kamu sampai berani melakukan hal ini wahai hamba yang lemah!?"

Setelah hatinya tenang, Nabi Musa as. menjawab: "Wahai Israfil! Aku ingin mengetahui akan Keagungan Wajah Rabb-ku, yang selama ini aku belum pernah melihatnya"

Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada langit: "Aku akan menampakkan-Diri, bertajalli pada gunung itu!"

Maka bergetarlah seluruh langit dan bumi, gunung-gunung, matahari, bulan, mega, surga, neraka, para Malaikat dan samudera. Semua tersungkur bersujud, sementara Nabi Musa as. masih memandang ke arah gunung itu.

"Tatkala Rabb-nya menampakkan Diri (bertajalli) di atas gunung itu, maka hancur luluh lah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan", QS.Al-'Araaf.[7]:143.

Nabi Musa as. seakan-akan mati karena pancaran Cahaya Allah swt. Yang Mulia, dan ia terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terjungkal, terbalik menjadi semacam kubah yang menaungi Nabi Musa as. agar tidak terbakar Cahaya.

Kemudian Allah swt. mengutus Malaikat Jibril as. untuk membalikkan batu itu dari tubuh Nabi Musa as., dan membimbingnya berdiri. Wajah Nabi Musa as. memancarkan cahaya kemuliaan, rambutnya memutih karena Cahaya.

"Maka setelah Musa tersadar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku sungguh bertaubat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama kali beriman!", QS.Al-'Araaf.[7]:143.

Nabi Musa as. bertaubat atas apa yang ia minta, dan ia berkata: "Saya beriman, bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang akan mampu melihat-Mu dengan mata lahir, kecuali ia akan mati!"



Oleh: Zamzam A J Tanuwijaya
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Diadaptasi dari terjemahan kitab "Mukhtashar Kitaabit-Tawwabiin", karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy. Bintaro, 27 Oktober 2009.

Syaikh Habib al Ajami - Sufi Lugu Yang Penuh Hikmah

Habib ibnu Muhammad al‘Ajami al-Bashri, seorang Persia yang tinggat di Bashrah; adalah se­orang perawi terkemuka yang meriwayatkan dari Hasan Bashri, Ibnu Sirin, dan yang lainnya. Ke­berpalinganya dari kesenangan hidup dan dari memperturutkan hawa nafsu, dipicu oleh kefasihan Hasan al Bashri; Habib sering menghadiri ceramah-ce­ramahnya, (dan akhirnya menjadi salah satu murid ­terdekatnya).
Awalnya, Habib adalah seorang laki-laki yang kaya raya dan juga seorang lintah darat. Ia tinggal di Bashrah. Setiap hari ia berkeliling kota menagih orang-orang yang berutang padanya. Bila tak ada uang, ia akan meminta pembayaran dengan kulit domba untuk bahan sepatunya. Begitulah mata pencariannya. Suatu hari, ia pergi untuk menemui seseorang yang berutang padanya. Namun orang itu tidak ada di rumah. Karena gagal menemui orang itu, ia pun meminta pembayaran dengan kulit domba.“Suamiku tak ada di rumah,” tutur istri si peng­utang itu padanya. “Aku sendiri tak punya apa-apa. Kami telah menyembelih seekor domba, tapi, kini tinggal lehernya yang tersisa. Bila kau mau, aku akan memberikan padamu.”
“Boleh juga,” ujar Habib, ia berpikir bahwa setidaknya bisa ia membawa pulang leher domba itu. “Panaskan panci!”
“Aku tidak punya roti ataupun bahan bakar,” kata wanita itu.“Baiklah,” kata Habib. “Aku akan pergi meng­ambil roti dan bahan bakar, dan semuanya akan kuperhitungkan dengan kulit domba.”Habib pun pergi dan mengambil roti serta bahan bakar. Wanita-itu menyiapkan panci. Masakan itu pun matang, dan si wanita hendak menuangkannya ke dalam sebuah mangkuk. Saat itu, seorang pengemis mengetuk pintu.“Jika kami memberimu apa yang kami miliki,” teriak Habib, “kau tak akan menjadi kaya, sementara kami sendiri akan menjadi miskin!”Pengemis itu dengan putus asa, meminta wanita itu untuk menuangkan sesuatu ke mangkuknya. Wanita itu mengangkat tutup panci dan melihat bahwa seluruh isinya telah berubah menjadi darah. Wanita itu menjadi pucat, ia bergegas menemui Habib dan menarik tangannya, membawanya mendekati panci itu. “Lihatlah apa yang telah terjadi akibat praktik riba terkutukkmu itu, dan akibat caci-makimu kepada. pengemis itu!” pekik wanita itu. “Apa yang akan menimpa kita sekarang di dunia ini, belum lagi di akhirat kelak?”Melihat hal ini, Habib merasa seakan-akan kobaran api di dalam tubuhnya yang tak akan pernah surut. “Wahai wanita,” ujarnya; “aku menyesali segala, yang pernah kulakukan.”
Esok harinya Habib kembali pergi menemui orang-orang yang berutang padanya untuk menagih. Hari itu hari Jumat, anak-anak terlihat bermain di jalan. Ketika mereka melihat Habib, mereka berteriak, “Jangan dekat-dekat, agar debunya tidak menempel pada tubuh kita dan membuat kita terkutuk seperti dirinya.”Kata-kata itu sangat menyakiti Habib, Ia kemudian menuju gedung pertemuan, di sana Hasan Bashri sedang berceramah. Kebetulan, ada kata-kata Hasan Bashri yang benar-benar- menghenyakkan hati Habib, hingga membuatnya jatuh pingsan. Ia pun bertobat. menyadari apa yang telah terjadi, Hasan Bashri memegang tangan Habib dan menenang­kanya. Sepulangnya dari gedung pertemuan., Habib terlihat oleh seseorang yang berutang padanya, orang itu pun hendak melarikan diri. “Jangan lari!,” kata Habib padanya, “Mulai sekarang, akulah yang harus melarikan diri darimu.” Habib pun berlari. Anak-anak masih saja bermain di jalan. Ketika mereka melihat Habib, mereka kembali berteriak, “Lihat, itu Habib sang petobat. Jangan dekat-dekat, agar debu kita tidak menempel di tubuhnya, karena kita adalah para pendosa.”“Ya Allah, ya Tuhan,” tangis Habib. “Karena satu hari ini, di mana aku bertobat, Engkau telah menabuh genderang di hati manusia untukku, dan membuat namaku masyhur karena kebajikan.” Lalu ia pun mengeluarkan pernyataan, “Siapa saja yang menginginkan apa pun dari Habib, datanglah ke­padaku dan ambil apa pun yang kalian mau!”, Orang-orang pun berkumpul di rumahnya, dan ia memberikan segala yang dimilikinya hingga ia tak punya uang sepeser pun. Kemudian, seorang pria datang meminta sesuatu, Karena tak memiliki apa-apa lagi, Habib pun memberi pria itu kain istrinya. Kepada seseorang yang datang kemudian, Habib memberikan bajunya, sendiri, ia pun jadi telanjang dada.Habib lalu menyepi di tepi Sungai Eufrat dan di sana ia menyerahkan diri sepenuhnya untuk ibadah.
Setiap hari, siang dan malam, ia. belajar di bawah bimbingan Hasan, tapi ia tidak bisa mempelajari Al-Qur’an, karenanya, ia juluki Barbar. Waktu pun berlalu, dan Habib benar-benar menjadi orang yang sangat, miskin. Istrinya me­mintanya untuk memberi nafkah sehari-hari, Habib pun keluar rumah menuju tepi Sungai Eufrat untuk beribadah. Ketika malam tiba, ia kembali ke rumah. “Suamiku, di mana engkau bekerja, kok tidak membawa pulang apa-apa?,” tanya istrinya. “Aku bekerja pada. seseorang yang sangat dermawan,” jawab Habib, “Saking dermawannya ia, aku sampai malu untuk meminta kepadanya. Bila telah tiba waktu yang tepat, ia akan memberi. Setiap sepuluh hari aku membayar upah,” kata Bosku.Begitulah, setiap hari Habib pergi ke tepi sungai dan beribadah di sana, hingga sepuluh hari. Pada hari kesepuluh, di waktu dzuhur, di benaknya berkata; “Apa yang aku bawa pulang malam ini, dan apa yang aku katakan pada isteriku?”Habib merenungkan hal ini dalam-dalam. Seketika, Allah Yang Mahakuasa mengutus bebe­rapa orang kuli ke rumah Habib dengan membawa tepung, daging domba, minyak, madu, rempah rempah, dan bumbu dapur. Kuli-kuli itu menaruh barang berat tersebut di dapur rumah Habib. Seorang anak muda yang tampan menyertai mereka dengan membawa uang sebanyak tiga ratus dirham. Anak muda itu mengetuk pintu rumah Habib.“Apa keperluan Anda?” tanya istri Habib sambil membuka pintu. “Tuanku telah mengirim semua ini” jawab anak muda itu. “Bilang pada Habib, ‘Bila kau tingkatkan hasilmu, niscaya kami akan tingkatkan upahmu.” Setelah mengatakan hal itu, ia pun pergi.Di kegelapan malam, Habib melangkah pulang, malu dan sedih. Ketika ia semakin mendekati rumah­nya, ia mencium aroma roti dan masakan. Istrinya berlari menyambutnya, membersihkan wajahnya, dan berlaku sangat lembut padanya: “Suamiku,” kata istrinya, “tuanmu itu sangat haik, dermawan, serta; penuh cinta dan kebaikan. lihatlah apa yang telah ia kirimkan melalui seorang anak muda yang tam­pan! Dan anak muda itu berkata, ‘Jika Habib pulang, katakan padanya, ‘Bila kau tingkatkan hasilmu, niscaya kami akan tingkatkan upahmu.”Habib merasa takjub. “Menakjubkan!” katanya. “Aku baru bekerja, selama sepuluh hari, dan ia telah memberikan aku-segala kebaikan ini. Jika aku bekerja lebih keras, siapa yang tahu apa yang akan diperbuat­nya?” Habib pun memalingkan wajahnya sepenuhnya dari duniawi dan mengabdikan diri untuk ber­ibadah kepada-Nya.
Keajaiban Habib
Suatu hari, seorang wanita tua menemui Habib dan tersungkur di hadapannya meratap. Aku mempunyai seorang anak laki-laki. Kami sudah ter­pisah sekian lama. Aku tak dapat lagi menahan derita terpisah darinya. Berdoalah kepada Tuhan,” pintanya kepada Habib. “Mungkin doamu kepada-Nya akan membawa anakku pulang kembali.”“Apakah Anda punya uang?” tanya Habib. “Ya, dua dirham,” jawabnya.“Berikanlah uang itu kepada fakir miskin.” Habib pun berdoa, lalu berkata kepada wanita tua itu, “Pulanglah, anakmu telah kembali padamu.”Sesampainya dirumahnya, wanita itu melihat anak laki-lakinya: “Oh, anakku!” teriaknya gembira, dan ia pun membawa anaknya itu menemui Habib.“Apa yang terjadi?” Habib bertanya. “Aku berada di Kirman” jawab si anak. “Guruku menyuruhku membeli daging. Aku membelinya dan hendak kembali kepadanya. Namun aku terhalang oleh kerasnya hembusan angin. Aku mendengar suara yang mengatakan, ‘Wahai angin, bawalah dia ke rumahnya, dengan berkah doa’ Habib dan dua dirham yang disedekahkan.”Di suatu hari 8 Dzul Hijjah Habib terlihat ada di Basrah. Namun esok hari tanggal 9 Zulhijah, ia terlihat ada, di Arafah.
Suatu waktu, kelaparan mewabah di Bashrah. Habib membeli banyak bahan makanan dengan cara kredit dan menyedekahkannya semua. Habib menaruh dompetnya yang kosong di bawah bantal. Ketika para pedagang bahan makanan menagih utangnya, Habib mengeluarkau dompetnya, yang secana ajaib telah penuh berisi dirham.Habib memiliki sebuah sebuah rumah di persimpangan jalan. Ia juga memiliki selimut mantel hidup yang ia kenakan kala musim panas dan juga musim dingin. Suatu kali, ketika hendak wudlu, ia letakkan mantelnya di atas tanah. Waktu itu, Hasan Bashri lewat. dan melihat mantel Habib tergeletak di jalan. “Si Barbar ini (Habib) pastilah tak tahu nilai mantelnya,” komentar Hasan. “Mantel bulu ini mestinya tidak digeletalkan begitu saja di sini. Bisa hilang nanti.” Maka Hasan pun berdiri di sana sambil mengawasi mantel itu. Kemudian, Habib pun kembali. “Imam Kaum Muslim,” katanya menyambut Hasan, “mengapa Anda berdiri di sana?”“Tidakkah kau tahu,” jawab Hasan, “mantel ini mestinya tidak ditinggal begitu saja di sini? Bisa hilang. Katakan, kau titipkan kepada siapa mantel ini sementara kau pergi?”“Kepada Allah yang telah me­nunjukmu untuk menjaganya.” jawab-HabibSuatu hari, Hasan datang mengunjungi Habib. Habib menyuguhkan dua potong roti gandum dan sedikit garam pada Hasan. Ketika mulai hendak makan. Tiba-tiba, seorang pengemis datang, dan Habib memberikan dua potong roti dan sedikit garam itu kepadanya. “Habib,” tegur Hasan yang terlihat bingung, “Kau, orang yang baik. Alangkah lebih baiknya jika kau juga berpengetahuan. Kau mengambil roti di bawah hidung, tamumu dan memberikannya semua kepada pengemis. Mestinya kau berikan sebagian untuk pengemis, dan sebagian lagi untuk-tamumu.” Habib diam saja. Tak lama berselang, seorang budak datang membawa sebuah baki berisi daging panggang, manisan, roti yang lezat, dan uang lima ratus dirham. Budak itu menyerahkan semuanya kepada Habib. Habib menyedekahkan uang lima ratus, dirham itu kepada fakir miskin, dan menyuguhkan makanan-makanan lezat itu kepada Hasan.“Guru,” katanya ketika Hasan tengah makan, “Anda orang yang baik? Alangkah lebih baiknya jika Anda juga memiliki sedikit keyakinan. Pengetahuan harus diiringi dengan iman.”
Suatu hari, sejumlah aparat Al Hajjaj mencari-cari Hasan. Ia bersembunyi di tempat Habib biasa berkhalwat.“Apa kau melihat Hasan hari ini?” tanya para aparat itu kepada Habib.“Ya aku melihatnya, “ jawab Habib“Dimana dia?”“Di dalam situ.”Aparat itu menggeledah dan tak menemukan Hasan. (“Tujuh kali mereka menyentuhku tapi mereka tak dapat melihatku.”) kata Hasan.“Habib,” tegur Hasan setelah aparat itu pergi, “kau tidak memenuhi kewajibanmu, kau membocorkan persem-bunyianku…”“Guru,” ujar Habib, “ karena aku berkata jujur maka anda bisa bebas. Jika tadi aku berbohong kita berdua pasti ditangkap.”“Apa yang kau baca sehingga mereka tidak melihatku?”“Aku baca ayat Kursi sepuluh kali. Sepuluh kali aku membaca “Rasul percaya” dan sepuluh kali Qulhuwallaahu Ahad, lalu aku berdoa, “Ya Allah aku telah mempercayakan Hasan kepada-Mu. Jagalah dia…”
Suatu hari Hasan berniat untuk pergi ke suatu tempat, melewati sungai Tigris sembari merenung ketika Habib di tempat itu.“Guru, mengapa Anda berdiri di sini?” tanya Habib“Aku ingin pergi ke suatu tempat, namun perahu­nya terlambat,” jawab Hasan.“Guru, apa yang telah terjadi padamu?” tanya Habib. “Semua yang kutahu, kupelajari darimu. Hilangkan kedengkian dalam.hatimu. Tutuplah hatimu dari keduniawian, Ketahuilah bahwa pen­deritaan adalah hadiah yang amat berharga, dan semua urusan adalah dari Tuhan. Kemudian, taruh­lah kaki di atas air dan berjalanlah.”Selesai berkata demikian, Habib melangkah di atas air dan meninggalkan tempat itu. Melihatnya, Hasan pun jatuh pingsan. Ketika, ia siuman, orang orang bertanya kepadanya, “Wahai Imam Kaum Muslim, apa yang terjadi padamu?”“Muridku, Habib, baru saja menegurku,” jawab Hasan. “Kemudian ia melangkah di atas air dan pergi meninggalkan tempat ini, sementara aku tetap tak berdaya. Jika kelak aku diperintahkan, ‘Seberangi jembatan itu dan aku tetap tak berdaya seperti ini, apa yang dapat aku lakukan?”Dalam kesempatan lain, Hasan bertanya, “Habib, bagaimana kau dapat memperoleh kekuatan itti?” “Aku memutihkan hatiku, sementara Anda menghitamkan kertas,” jawab Habib.“Pengajaranku menguntungkan orang lain, bukan diriku sendiri,” komentar Hasan.

Deraian air mata Syeikh Hasan Bashri

Suatu ketika, saat Syeikh Hasan Bashri sedang duduk-duduk di depan rumahnya, tiba-tiba ada iring-iringan pengantar jenazah melintas menuju tempat pemakaman. Terlihat di belakang pembawa jenazah itu seorang anak wanita beserta rombongan yang lain. Rambut anak wanita itu tergerai dan tak henti-hentinya ia menangis. Segera saja Syeikh Hasan Bashri membuntuti iring-iringan jenazah tersebut dan mendekati anak wanita yang masih menangis tak henti-hentinya.

Setelah dekat, beliau mendengar dengan jelas rintihan si anak. ” Wahai abi (ayahku), belum pernah selama hidupku aku mengalami perasaan sedih seperti yang kualami sekarang ini.”

“Nak, belum pernah juga ayahmu mengalami kejadian yang menyusahkan seperti ini!” sahut Syeikh menyela.

Anak itu hanya menoleh ke arah Syeikh dan tetap menangis sampai pemakaman usai. Esok harinya, setelah menjalankan sholat subuh, Syeikh kembali duduk-duduk santai di depan rumahnya. Namun selang berapa lama kemudian, ia melihat anak itu melintas depan rumahnya. Dia rupanya berjalan menuju tempat pemakaman. Merasa ada gelagat yang kurang baik, segera Syeikh mengikutinya dari kejauhan. Beliau ingin tahu apa sebenarnya yang ingin dikerjakan anak itu. Saat anak wanita itu memasuki makam, Syeikh mengintip dari tempat tersembunyi.

Tiba-tiba anak itu memeluk nisan dan pipinya ditaruh di atas gundukan makam ayahnya, seraya berkata, “Wahai abi, bagaimana tadi malam engkau menginap. Kemarin lusa aku masih mempersiapkan alas tidur untukmu, lalu siapakah yang menyiapkan alas tidurmu semalam? Kemarin lusa aku masih mempersiapkan lampu untuk menerangimu, lalu siapakah gerangan yang menyiapkan lampu untuk menerangimu tadi malam? Wahai abi, ketika badanmu terasa pegal-pegal, seringkali aku memijat badanmu, lalu siapa lagi sekarang yang akan memijat-mijatmu?”

“Wahai abi, ” rintihnya lebih lanjut, “Ketika engkau merasa haus, dengan segera aku mengambilkan minuman untukmu, namun siapakah yang mengambilkan engkau minum tadi malam? Ketika engkau merasa jemu dan penat tidur terlentang, maka segera aku balikkan engkau agar nyaman, namun siapakah tadi malam yang mau membalik tubuhmu agar nyaman?”

“Dengan perasaan belas kasih, kemarin aku masih memandangi wajahmu, tapi sekarang siapa lagi yang akan memandangi wajahmu seperti itu? Saat engkau memerlukan sesuatu, engkau segera memanggilku, tapi bagaimana dengan malam tadi malam, siapakah yang engkau panggil? Bahkan kemarin lusa, aku masih memasakkan makanan untukmu, tapi masihkan engkau menginginkannya? dan siapa yang akan menyiapkannya untukmu?”

Air mata Syeikh Hasan Bashri tak sanggup lagi dibendungnya saat mendengar rintihan anak wanita itu. Beliau langsung menampakkan diri dari tempat persembunyiannya. “Janganlah engkau mengucapkan kata-kata seperti itu Nak!” hibur Syeikh sambil mengusap rambut wanita kecil itu. “Namun katakanlah, “Wahai abi, kemarin kami masih menghadapkan wajahmu ke arah kiblat ataukah abi telah berpaling darinya? Wahai abi, saat kami menaruhmu di kubur, tubuhmu masih tampak utuh, tapi masihkah sekarang keadaanmu seperti itu, ataukah sudah habis dimakan ulat?”

“Ucapkan pula, Nak! Para ulama telah mengatakan bahwa seseorang yang sudah mati itu pasti akan ditanyai keimanannya. Di antara mereka ada yang bisa menjawab dengan benar tapi ada juga yang tidak bisa menjawabnya sama sekali, lalu apakah abi termasuk di antara mereka yang bisa menjawab?”

“Para ulama juga menjelaskan bahwa sebagian jenazah itu ada yang dijepit oleh liang kuburnya sendiri hingga tulang rusuknya hancur berantakan, ada juga yang dibentangkan luas sekali, lalu bagaimana dengan keadaan kubur abi sekarang?”

“Begitu juga dengan keterangan yang menyebutkan bahwa kubur itu acapkali diganti dengan taman-taman surga. Ada kalanya pula yang diubah menjadi jurang neraka, lalu bagaimana dengan kubur abi sekarang? Demikian pula ada yang menerangkan bahwa sebagian kafan itu kelak akan digantikan dengan kafan surga dan adapula yang diganti dari kafan neraka, lantas diganti dengan apakah kafan abi sekarang?”

“Keterangan lain yang dikatakan ulama adalah bahwa kubur itu acapkali memeluk penghuninya sebagaimana seorang ibu yang memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Tapi adakalanya pula yang mendapatkan marah dari kuburnya hingga menjepit sampai tulang belulangnya berserakan. Adakah kubur abi sekarang marah ataukah sebaliknya?”

“Demikian juga para ulama menjelaskan, ketika seseorang telah memasuki kuburnya, maka bila dia sebagai orang yang bertakwa, ia akan menyesal karena merasa ketakwaannya tidak seberapa. Begitu juga dengan orang yang durhaka. Mereka akan menyesal karena semasa hidupnya tidak mau berbuat kebajikan. Lantas apakah abi tergolong mereka yang menyesal karena tidak pernah berbuat kebajikan ataukah mereka yang menyesal karena merasa ketakwaannya belumlah seberapa?”

“Wahai abi, cukup lama dari tadi aku berbicara kepadamu! Tapi kenapa engkau tidak menjawab sedikit pun? Ya Allah, janganlah kiranya Engkau menghalangi pertemuanku kelak di akhirat dengannya!”

Usai Syeikh Hasan Bashri mengajari seperti itu, anak kecil tersebut menolehkan kepalanya seraya berkata, ” Kalimat-kalimat yang engkau ajarkan tadi sungguh menyejukkan hatiku. Sehingga hatiku sekarang merasa lebih tentram dan memalingkan aku dari kelalaian.”

Melihat anak wanita itu sudah tenang hatinya, segera saja Syeikh mengantarnya pulang. Demikianlah mudah-mudahan dari kisah ini ada hikmah dan pelajaran berharga yang bisa kita renungkan bersama.

Sumber : http://andydum.wordpress.com/2008/12/20/deraian-air-mata-syeikh-hasan-bashri/

Tahapan Suluk Sang Salik - Muhyiiddiin Ibn 'Arabi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

1) TUGAS AWAL YANG HARUS DILAKUKAN SETIAP PEJALAN

1. Tugas pertamamu adalah:
mencari pengetahuan yang akan membasuh dosamu, mengokohkan ibadahmu, menguatkan pengendalian dirimu, dan menumbuhkan rasa hormatmu kepada sesama.
Itulah pintu pertama sebuah perjalanan, dan kau tidak dituntut untuk mencari lebih daripada itu.

2. Lalu mulai bekerja dengan apa yang ada di tangan

3. Penuhi etika

4. Disiplin, ketat mengikuti syariat/ aturan/ etika

5. Penuh keyakinan akan-Nya


2) MIKRAJ:

1. Membuka selubung dunia sensoris

2. Membuka selubung dunia psikis

3. Membuka selubung dunia makna-makna tersamar:
3.1 Allah akan memperlihatkanmu rahasia-rahasia yang berasal dari dunia mineral
3.2 Allah akan memperlihatkanmu rahasia-rahasia yang berasal dari dunia tanaman
3.3 Allah akan memperlihatkanmu rahasia-rahasia yang berasal dari dunia hewan
3.4 Mengembangkan kekuatan hidupmu menjadi kehidupan
3.5 Jika kau tidak berhenti sampai di sini, maka Dia akan memperlihatkan bagimu ‘tanda-tanda yang terbaca’
3.6 Selanjutnya cahaya-cahaya kecil berpencaran/ kilatan cahaya bagai percikan bunga api akan terlihat
3.7 Lalu akan tampak bagimu cahaya ketauhidan dan bentuk keteraturan dari alam semesta raya
3.8 Adab-adab yang tepat benar pun akan mulai menjadi bagian dari dirimu, dimana engkau semakin dikokohkan dalam perjalananmu di Dalam Kehadiran Illaahiyyah

3) LALU, PENGETAHUAN SEPERTI APA YANG SEDANG MENANTIMU DALAM KEHADIRAN ILLAAHIYYAH?

1. Mengetahui derajat kebenaran pengetahuan/ pemikiran spekulatif dan lainnya
2. Pengetahuan akan Bentuk dan Keindahan
3. Pengetahuan tentang tingkatan-tingkatan Quthb – maqom tertinggi dari tingkatan maqom para sufi dan seseorang akan mampu untuk melihat hakikatnya dan rahmat Allah yang mengalir di dalamnya.
4. Pengetahuan dari aneka Perbedaan/ Keunikan dan hal yang menyatukannya
5. Pengetahuan akan hal keagungan, sakinah, dan keteguhan hati
6. Kebingungan, tiada harapan, ketakberdayaan
7. Melihat hakikat Surga dan Neraka
8. Pengetahuan akan Cinta dan Cahaya dan melihat Bentuk-bentuk asli dari jiwa para manusia
9. Melihat singgasana sang Pengasih
10. Pengetahuan akan Pena dan Penggerak Pena
11. Fana billaah:
"Engkau pun musnah, ‘gila’, ‘lupa’, lenyap, hancur.”
12. Rasa abadi:
"Wujudmu pun menjadi nyata, memiliki wujud (wujud kedua), hadir sebenarnya, mengetahui misi hidupmu.”


Sumber: Mystical Journey, Muhyiiddiin Ibn 'Arabi

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ