silakan menikmati

Blog ini saya gunakan untuk menyimpan tulisan-tulisan saya sendiri dan juga tulisan-tulisan lain yang inspiratif.
Jangan sungkan untuk berkomentar.

Friday, July 30, 2010

Kopi & Kehidupan

Suatu hari beberapa alumni Universitas California Berkeley yang sudah bekerja & mapan dalam karir, mendatangi profesor kampus mereka yang kini sudah lanjut usia. Mereka membicarakan banyak hal menyangkut pekerjaan maupun kehidupan mereka. Sang profesor lalu ke dapur & kembali dengan membawa seTéko kopi panas. Disebuah nampan ia membawa bermacam-macam cangkir. Ada yang terbuat dari kaca, kristal, melamin, beling & plastik. Beberapa cangkir nampak indah & mahal, tetapi ada juga yg bentuknya biasa-biasa saja & terbuat dari bahan yang murah. "Silahkan masing-masing mengambil cangkir & menuang kopinya sendiri", Sang prof mempersilahkan tamu-tamunya.

Setelah masing-masing sudah memegang cangkir berisi kopi, profesor itu berkata, "Perhatikanlah bahwa kalian semua memilih cangkir-cangkir yang bagus & yang tertinggal kini hanya cangkir murah & tidak begitu menarik. Memilih yang terbaik adalah hal yang normal.

Tetapi sebenarnya justru disitulah persoalannya. Ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus, perasaan kalian menjadi terganggu. Kalian mulai melihat cangkir-cangkir yg dipegang orang lain & membandingkannya dengan cangkir yang kalian pegang. Pikiran kalian terfokus kepada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya, melainkan kopinya.

"Sesungguhnya kopi itu adalah kehidupan kita, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, uang & posisi yang kita miliki. Jangan pernah membiarkan wadah dari kopi mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Orang boleh saja menaruh kopi kedalam gelas kristal yang sangat mahal & indah, tetapi belum tentu mereka dapat merasakan nikmat dari kopi tersebut. Artinya, ada sebagian orang yang menurut penglihatan jasmaniah kita mereka begitu beruntung & berbahagia, tetapi belum tentu mereka dapat menikmati indahnya karunia kehidupan yang diberikan oleh Tuhan.

Mari kita belajar menghargai & mensyukuri hidup ini bagaimanapun cara Tuhan "mengemas"nya untuk masing-masing kita. Yang penting sikapi anugrah kehidupan dengan baik serta mengisinya dengan hal2 yang benar & positif.:)

Tuesday, July 27, 2010

Uwais al-Qarni

Biografi
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.

Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.

Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?

Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.

Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, “Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais.

Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.

Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.

Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w. dan sayyidina [[Umar bin Khattab] r.a. dan bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.

Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais.

Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais al-Qorni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka.

Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air.

Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami!” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, “Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,

“Apa yang terjadi ?”

“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami.

“Dekatkanlah diri kalian pada Allah!” katanya.

“Kami telah melakukannya.”

“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!”

Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.

Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.

“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”

“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.

“Ya, “jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.

Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.

Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.

Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

Keutamaan Uwais al-Qarny
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.

Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata, “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri

sumber:
http://putri.blog.unair.ac.id/2009/03/31/uwais-al-qarny/

Thursday, July 22, 2010

Hikayat tentang tiga orang gadis bersaudara

“Ketika saya menulis sesuatu yang mungkin mengandung sebuah nasehat, maka hal itu bukanlah bermaksud untuk menggurui apalagi untuk menghujat serta mencela sesuatu, melainkan hal itu bertujuan untuk mengingatkan diriku sendiri dan keluargaku serta sesama saudarayang seiman dan seagama”

Hikayat ini telah banyak di ceritakan dan diriwayatkan oleh para ulama dan orang-orang shaleh, seperti oleh Abu Muhammad alias Abdul Haq dalam bukunya Al-Aqibat dan Uyun al-Akbar. Hikayat ini sendiri saya tuliskan kembali dari buku Rahasia Kematian, Alam Akhirat dan Kiamat karya Imam Al-Qurthubi yang diterjemahkan oleh Abdur Rosyad Shiddiq.

Diriwayatkan oleh al-Haris bin Nabhan,

“suatu hari aku menuju ke sebuah pemakaman, setelah mendoakan mereka, aku duduk termenung dan memikirkan para penghuni kubur yang ada di sekitarku, aku melihat mereka semua juga diam tak berbicara. Mereka bertetangga, tapi satu sama lain tidak saling mengunjungi. Mereka tinggal di perut bumi.

Aku berseru, ‘Hai para penghuni kubur! Jejak peninggala kalian di dunia sudah hilang. Tetapi, dosa-dosa kalian masih ada. Kalian tinggal di Negara bencana yang membuat kaki-kaki kalian bengkak.’ Setelah menangis aku lalu menuju ke sebuah cungkung di sanaa, dan aku pun tertidur dibawahnya.

Saat tidur itulah aku bermimpi melihat seorang penghuni kubur yang sedang dipukul dengan menggunakan sebuah godam. Aku melihat ia dirantai di lehernya, sepasang matanya berwarna biru, dan wajahnya hitam. Ia berkata, ‘celaka aku, kenapa ini harus terjadi padaku?
Seandainya orang-orang yang masih hidup di dunia melihat apa yang aku alami ini, tentu mereka tidak mau melakukan maksiat kepada ALLAH. Aku di tuntut untuk mempertanggung jawabkan kenikmatan yang pernah aku salah gunakan. Kalau saja ada yang mau menolongku, atau mengabarkan keadaanku ini kepada keluargaku, tentu aku akan senang sekali.’

Aku bangun terperanjat. Hampir saja jantungku copot karena ketakutan atas mimpi itu. Lalu aku pulang kerumah. Malamnya aku tidak bisa tidur, karena terus menerus memikirkan mimpi itu. Esoknya aku kembali ke tempat tersebut. Aku berharap mudah-mudahan disana aku bertemu dengan seorang peziarah yang mau mendengarkan pengalaman mimpiku itu.
Sampai di tempat itu, ternyata keadaan sepi. Tidak ada siapa-siapa.
Aku tertidur dan bermimpi melihat orang itu lagi di seret dengan muka di tanah dan berkata, ‘aduh celaka aku! Apa yang sedang menimpaku ini?
Usiaku cukup panjang, tetapi buruk benar amal perbuatanku sewaktu di dunia, sehingga membuat murka ALLAH. Sungguh malang nasibku jika Dia tidak berkenan mengasihaniku.’

Aku terbangun. Pikiranku hamper hilang oleh mimpi itu. Aku bingung.
Aku lalu pulang. Setelah tidur semalam, esoknya aku kembali ketempat yang sama dan berharap yang sama seperti kemarin. Tetapi, lagi-lagi aku tidak mendapati siapa-siapa. Kembali aku tertidur dan bermimpi melihat orang itu tengah merangkak sambil berkata, ‘Orang-orang yang masih hidup di dunia benar-benar telah melupakan aku. Mereka tidak ada yang mau tahu kepadaku yang sedang diazab sepedih ini oleh tuhan yang murka kepadaku. Sungguh celaka nasibku jika Dia Yang Maha Pengasih tidak berkenan menolongku.’

Kembali aku terbangun dengan ketakutan. Aku sudah ingin pulang, namun tiba-tiba muncul tiga orang anak gadis. Aku segera menjauh dan bersembunyi, supaya mendengar apa yang akan mereka katakana. Gadis yang paling kecil maju menghampiri kubur itu. Ia berkata, ‘Assalamu’alaika, Ayah. Bagaimana tidur Ayah di situ? Bagaimana keadaan Ayah? Sepeninggalan Ayah, hidup kami sengsara dan menderita.’
Setelah itu lalu ia menangis meraung-raung. Giliran kedua kakanya yang maju. Setelah mengucapkan salam, mereka berkata, ‘Ini adalah kubur ayah yang sangat sayang kepada kami. Kami berdo’a semoga Allah berkenan mengasihi Ayah dan menghentikan azab-Nya, wahai ayah. Sungguh malang nasib kami. Kalau saja Ayah melihatnya, Ayah pasti merasa sedih. Kami diperlakukan oleh banyak kaum laki-laki yang kurang ajar, tanpa ada yang mau melindungi kami.’

Aku ikut menangis mendengar keluhan mereka itu. Maka, segera aku hampiri mereka. Setelah mengucapkan salam aku berkata kepada mereka, ‘Wahai anak-anak gadis, amal itu terkadang diterima dan terkadang di kembalikan kepada yang bersangkutan. Seperti apa amal bapak kalian yang sudah mati, sejauh yang aku dengar tidak membuatku sedih bahkan membuatku merasa ngeri.’

Mendengar omonganku itu serta merta mereka membuka wajah mereka
‘Hai orang shaleh, apa maksudmu?’ Tanya mereka

‘Selama tiga hari berturut-turut belakangan ini, aku berada di tempat ini dan mendengar suara godam serta rantai yang mengerikan.’ Jawabku.

‘Kami tahu ayah kami dibakar di neraka. Itulah yang membuat kami gusar dan hidup serba tidak tenang. Tetapi, kami akan terus memohon kepada Allah mudah-mudahan Dia berkenan membebaskan ayah kami dari neraka.’
Kata mereka yang langsung pergi begitu saja.

Aku pun pulang. Setelah aku tidur semalam dirumah, esoknya aku kembali ke kuburan itu. Aku duduk sendiri lalu aku tertidur. AKu bermimpi melihat penghuni kubur itu berwajah sangat tampan dan memakai alas kaki dari emas. Ia diapit seorang gadis dan seorang pemuda.

Aku menghampirinya seraya mengucapkan salam.

‘Semoga Allah merahmatimu. Siapa kamu sebenarnya?’ tanyaku

‘Aku adalah ayah gadis-gadis itu. Sejak kemaren aku tahu apa yang kamu lakukan di tempat ini. Aku bisa memahami kesedihanmu. Karena itu, semoga Allah memberimu balasan kebajikan,’ jawabnya.

‘Lalu apa yang terjadi dengamnu?’ tanyaku

‘Setelah kamu kabarkan keadaanku kepada putrid-putriku itu, mereka bertambah sedih. Dan seperti yang dijanjikan, mereka lalu rajin mengiba-iba memohon kepada Allah dengan khusyu dan khidmat serta terus-menerus menangis tanpa henti. AKhirnya, ALLAH berkenan mengampuni dosa-dosaku dan membebaskan aku dari neraka. Bahkan, aku ditempatkan di surge berdampingan dengan Muhammad sang nabi pilihan.
Kalau saja aku melihat putrid-putriku, akan aku kabarkan kepada mereka keadaanku sekarang yang sudah berada di surge yang penuh nikmat. Ini semua adalah berkat pengampunan Allah kepadaku.’ Jawabnya.

Aku terbangun dengan perasaan gembira. Aku segera pulang. Setelah semalaman tidur dirumah, kembali aku ke kuburan itu. Dari jauh aku melihat gadis-gadis itu dengan telanjang kaki sudah berada disana. Aku menghampiri mereka. Setelah mengucapkan salam, aku katakana kepada mereka berita tantang keadaan ayah mereka yang sudah berada di surge.

‘Rupanya Allah mendengar do’a kalian. Karena itu, bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia berikan kepada kalian,’ kataku.

Mendengar itu, gadis yang paling kecil serta merta berdo’a, ‘Ya Allah, Tuhan yang menghibur menghibur hati, tuhan yang maha menutupi aib, tuhan yang maha menyingkap kesedihan, tuhan yang maha mengampuni dosa, tuhan yang mengetahui sesuatu yang gaib, tuhan yang mengabulkan harapan yang diminta, engkau tau permohnanku, keinginanku, dan alas an aku menyendiri dengan-Mu. Ya Allah, engkau tahu kebingunganku, engkau melihat niat tulusku, engkau mengerti tobatku, engakulah yang menguasai leherku, engkaulah yang memegang ubun-ubunku, engkaulah harapanku dikala sedang susah, engkaulah yang membimbingku, engkaulah yang menuntunku, dan engkaulah yang mengabulkan do’aku. Jika aku lalai dari perintah-Mu dan melanggar larangan-Mu, Engkau maafkan aku dan Engkau tutupi aibku, Aku ingin selalu menyebut nama-Mu. Dan akupun ingin senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, tetapi tidak kuasa karena begitu banyaknya. Engkaulah Tuhan Yang Maha Mulia, tempat memohon terakhir. Engkaulah yang merajai hari pembalasan. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang tersimpan di hati, mengatur seluruh mahluk. Jika engkau mengabulkan hajat itu adalah semata berkat kebaikan-Mu, Engkau telah penuhi permohonanku menolong hamba-Mu.
Rengkuhlah aku kepada-Mu. Dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.’
Selesai membaca do’a yang cukup panjang tersebut ia menjerit keras lau meninggal dunia.

Ketabahan seorang wanita

www.satuiku.com Sebuah hikayat yang mungkin bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua tentang arti sebuah kesabaran, sabar terhadap apa yang di tetapkan oleh ALLAH SWT.


Di riwayatkan Alyafi'I dari Abul Hasan Assaraj berkata: ketika saya keluar berhaji ka baitillahil haram, di waktu tawaf tiba-tiba melihat wanita yang bersinar wajahnya, sehingga saya katakan "demi ALLAH belum pernah saya melihat wajah secantik dan secerah itu, tidak lain itu pasti karena tidak pernah merasa risau dan sedih hati" tiba-tiba wanita itu mendengar kata-kataku, lalu ia bertanya

"Apakah katamu hai orang laki?, demi ALLA saya tetap terbelenggu oleh duka cita, dan luka hati karena risau, tiada seorangpun yang menyekutuiku dalam hal ini"
Maka aku bertanya "bagaimanakah itu?"
Jawabnya "pada suatu hari ketika suamiku menyembelih kambing korban (udhiyah), dan pada waktu itu saya mempunyai dua orang anak yang sudah bermain-main dan yang satu masih menetek, dan ketika aku bangun untuk membuatkan makanan, tiba-tiba putraku yang agak besar berkata kepada
adiknya: Sukakah saya tunjukan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing? Jawab adiknya: baiklah. Lalu di terlentangkan dan di sembelih adiknya. Kemudian ia merasa ketakutan dan lari ke bukit yang mana disana ia dimakan serigala, lalu ayahnya pergi mencari putranya hingga mati kehausan, dan ketika saya taruh bayiku dan saya tinggal keluar pintu untuk melihat bagaimana keadaan ayahnya, tiba-tiba bayi itu merangkak menuju ke kuali yang sedang mendidih dan di tarik akhirnya tertumpah kuali yang sedang mendidih itu ke badannya sehingga terkupas dagingnya, kemudian berita ini sampai pada putriku yang telah kawin, maka ia jatuh pingsan dan bertepatan ajalnya, sehingga aku tinggal sebatang kara diantara mereka semua."
Lalu saya tanya: "dan bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang hebat itu?"
Jawabnya: " Tiada seorang yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan diantara keduanya ada jalan yang berbeda, adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir maka itu baik dan terpuji akibatnya, adapun mengeluh maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka".

Di kutip dari "Irsyadul 'ibad ilasabilirrasyad"

Hadits: Rizki

Dari sahabat Ibnu Abbas ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda: "Iblis berkata, 'Wahai Tuhan, tidak seorang pun dari makhluk-Mu, kecuali Engkau jadikan baginya rizki dan penghidupannya. Maka apa rizki saya?' Allaah menjawab, 'Sesuatu yang tidak disebut nama Allaah atasnya (padanya)'." [HQR. Abu Nu'aim]

Monday, July 19, 2010

"Hasil dari Ibadah Shaum"

"Rajab adalah bulan tanam. Sya'ban bulan penyiraman. Ramadhan bulan panen. Setiap orang hanya menuai apa yang ditanamnya, dan dibalas hanya atas yg sudah diperbuatnya. Barangsiapa menyia-nyiakan tanaman, ia akan menyesal di hari panennya." (Dzunnun Al-Mishri)

"Rajab adalah bulan untuk meninggalkan segala dosa dan pelanggaran. Sya'ban adalah bulan ketaatan. Ramadhan adalah bulan untuk menunggu anugerah dan kemuliaan. Siapa yg tidak meninggalkan dosa, tidak berbuat taat, dan tidak menuju ke kemuliaan, maka ia adalah orang yang rugi." - Dzun Nun Al-Mishri

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)

*) Sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya'ban
adalah bulan aku (Rasulullah SAW) dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku."
"Semua manusia akan berada dalam keadaan lapar pada hari kiamat,
kecuali para nabi, keluarga nabi dan orang-orang yang berpuasa pada bulan
Rajab, Sya'ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka kenyang serta
tidak ada rasa lapar dan haus bagi mereka."


*) Dan dalam sebuah hadits Qudsi beliau Saw. sampaikan:

** Rosulullaah Saw.bersabda, Allaah Swt. berfirman:

”Wahai Ahmad! ...Mengertikah engkau akan hasil ibadah shaum?”

’Tidak...,’ jawab Rpsulullaah Saw.

Allaah menjawab:
“Hasil dari ibadah shaum adalah sedkit berbicara dan sedikit makan; hasil dari diam adalah kebijaksanaan; hasil dari kebijaksanaan adalah pencerahan; dan hasil dari pencerahan adalah keyakinan.

Dan ketika seseorang mencapai kedudukan keyakinan yang mulia, ia senantiasa tidak menjadi cemas, bagaimana ia akan memulai hari-harinya.

Apakah dengan kemudahan, ataukah dengan kesulitan....; tragedi ataukah kesenangan...

Yang demikian itu adalah kedudukan orang-orang yang telah mecapai kedudukan spiritual ridlo.

Barangsiapa yang telah mencapai kedudukan ini, maka ia akan mendapatkan tiga cirri-ciri yang tidak terpisahkan, yaitu:
- bersyukur yang tidak dikotori dengan kebodohan;
- dzikir yang tidak bercampur dengan kelalaian; dan
- cinta yang tidak bercampur dengan cinta yag lain.

Barangsiapa yang mencintai-Ku dengan cara yang demikian, tanpa mencampur adukkan cinta yang lain dengan persahabatan-Ku, maka Aku pun akan mencintainya dan menjadikan yang lain mencintainya;

Menjadikan mata hatinya terbuka..., sehingga ia dapat menyaksikan keindahan dan keagungan-Ku.

Aku akan memberikannya pengetahuan dan pencerahan...”
(Hadits Qudsi)

Thursday, July 01, 2010

Kisah : Kebaikan dan Ketamakan

Suatu ketika seorang manusia diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan Tuhannya dan berkata, “Tuhan ijinkan saya untuk dapat melihat seperti apakah Neraka dan Surga itu”.

Kemudian Tuhan membimbing manusia itu menuju ke dua buah pintu dan kemudian membiarkannya melihat ke dalam.

Di tengah ruangan terdapat sebuah meja bundar yang sangat besar, dan di tengahnya terdapat semangkok sup yang beraroma sangat lezat yang membuat manusia tersebut mengalir air liurnya. Meja tersebut dikelilingi orang-orang yang kurus yang tampak sangat kelaparan.

Orang-orang itu masing-masing memegang sebuah sendok yang terikat pada tangan masing-masing. Sendok tersebut cukup panjang untuk mencapai mangkok di tengah meja dan mengambil sup yang lezat tadi.

Tapi karena sendoknya terlalu panjang, mereka tidak dapat mencapai mulutnya dengan sendok tadi untuk memakan sup yang terambil.

Si Manusia tadi merinding melihat penderitaan dan kesengsaraan yang dilihatnya dalam ruangan itu.

Tuhan berkata, “Kamu sudah melihat NERAKA”

Lalu mereka menuju ke pintu kedua yang ternyata berisi meja beserta sup dan orang-orang yang kondisinya persis sama dengan ruangan di pintu pertama. Perbedaannya, di dalam ruangan ini orang-orang tersebut berbadan sehat dan berisi dan mereka sangat bergembira di keliling meja tersebut.

Melihat keadaan ini si Manusia menjadi bingung dan berkata “Apa yang terjadi ? kenapa di ruangan yang kondisinya sama ini mereka terlihat lebih bergembira ?”

Tuhan kemudian menjelaskan, “Sangat sederhana, yang dibutuhkan hanyalah satu sifat baik”

"Perhatikan bahwa ORANG2 ini dengan IKHLAS MENYUAPI orang lain yang dapat dicapainya dengan sendok bergagang panjang / suka MENOLONG, sedangkan di ruangan lain orang-orang yang serakah hanyalah memikirkan kebutuhan dirinya sendiri”

"Jauh Lebih Baik Dari Sup Kaldu Sayuran" : Rumi Tentang Puasa


Ada kebahagiaan rahasia bersama perut kosong.
Kita cuma alat musik petik, tak lebih, tak kurang.
Kotak suara penuh, musik pun hilang.

Bakar habis segala yang mengisi kepala dan perut
dengan menahan lapar, maka setiap saat
irama baru akan keluar dari api kelaparan yang nyala berkobar.
Ketika hijab habis terbakar, keperkasaan baru akan membuatmu melejit
berlari mendaki setiap anak tangga di depanmu yang digelar.

Jadilah kosong,
lalu merataplah
seperti indahnya ratapan bambu seruling yang ditiup pembuatnya.

Lebih kosong,
jadilah bambu yang menjadi pena (*1),
tulislah banyak rahasia-Nya.

Ketika makan dan minum memenuhimu, iblis duduk
di singgasana tempat jiwamu semestinya duduk:
sebuah berhala buruk dari logam duduk di Ka'bah.

Ketika kau berpuasa menahan lapar, sifat-sifat baik
mengerumunimu bagai para sahabat yang ingin membantu.

Puasa adalah cincin Sulaiman (*2). Jangan melepasnya
demi segelintir kepalsuan, hingga kau hilang kekuasaan.

Namun andai pun kau telah melakukannya, sehingga
seluruh kemampuan dan kekuatan hilang darimu,
berpuasalah: mereka akan datang lagi kepadamu,
bagai pasukan yang muncul begitu saja dari tanah,
dengan bendera dan panji-panji yang berkibaran megah.

Sebuah meja akan diturunkan dari langit ke dalam tenda puasamu,
meja makan Isa (*3). Berharaplah memperolehnya, karena meja ini
dipenuhi hidangan lain, yang jauh, jauh lebih baik dari sekedar sup kaldu sayuran.


Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Herry Mardian

: : : : : : : : :

Keterangan:

(1) Kitab-kitab suci ditulis dengan pena bambu dan pena alang-alang (reed) yang dicelup ke dalam tinta.

(2) "Cincin Sulaiman" konon adalah sumber kekuasaan. Legenda mengatakan, 'barangsiapa yang mengenakan cincin Nabi Sulaiman, ia akan memperoleh kekuasaan'. Sebenarnya "cincin Sulaiman" adalah cincin tembaga atau besi murahan yang diukir dengan kata-kata "Ini pun akan berlalu". Jika beliau merasa senang, ia menyadari bahwa kesenangannya adalah sementara sehingga ia menjadi sabar. Demikian pula, jika beliau merasa sedih, dengan melihat ke cincinnya ia menyadari bahwa kesedihannya bersifat sementara sehingga ia juga menjadi sabar dan ridha. "Cincin Sulaiman", yang barangsiapa memilikinya konon akan memperoleh kekuasaan besar, adalah kesabaran.

(3) "Meja Isa" adalah meja tempat Nabi Isa makan bersama para murid-muridnya dan menjamu mereka, setelah beliau dibangkitkan dari kematian.

(Btw, ini terjemahan untuk versi note-nya Rezha. Saya sendiri lebih suka versinya Jonathan Star di sini)